Kamis, 11 Juni 2009

“Remaja Bagai kan Topan dan Badai ?”

Pelajar yang sedang menempuh pendidikan di SLTP maupun SLTA, bila ditinjau dari segi usianya, sedang mengalami periode yang sangat potensial bermasalah. Periode ini sering digambarkan sebagai storm and drang period (topan dan badai). Dalam kurun ini timbul gejala emosi dan tekanan jiwa, sehingga perilaku mereka mudah menyimpang. Dari situasi konflik dan problem ini remaja tergolong dalam sosok pribadi yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat penyaluran kreativitas. Jika tempat penyaluran tersebut tidak ada atau kurang memadai, mereka akan mencari berbagai cara sebagai penyaluran. Salah satu eksesnya, yaitu “tawuran”. .
.“Tawuran” mungkin kata tersebut sering kita dengar dan baca di media massa. Bagi warga Jakarta, aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian. Saat ini beberapa televisi bahkan membuat program-program khusus yang menyiarkan berita-berita tentang aksi kekerasan. Aksi-aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan-jalan, di sekolah, bahkan di kompleks-kompleks perumahan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/masal merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SLTP/SMP. Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita semua.
Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresi dari seorang individu atau kelompok. Agresi itu sendiri menurut Murray (dalam Hall & Lindzey, Psikologi kepribadian, 1993) didefinisikan sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh,atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain.
Banyaknya tawuran antar pelajar di kota-kota besar di Indonesia merupakan fenomena menarik untuk dibahas. Di sini penulis akan memberi beberapa contoh dari berita-berita yang ada. Di Palembang pada tanggal 23 September 2006 terjadi tawuran antar pelajar yang melibatkan setidaknya lebih dari tiga sekolah, di antaranya adalah SMK PGRI 2, SMK GAJAH MADA KERTAPATI dan SMKN 4 (harian pagi Sumatra ekspres Palembang). Di Subang pada tanggal 26 Januari 2006 terjadi tawuran antara pelajar SMK YPK Purwakarta dan SMK Sukamandi (harian pikiran rakyat). Di Makasar pada tanggal 19 September 2006 terjadi tawuran antara pelajar SMA 5 dan SMA 3 (karebosi.com). Tidak hanya pelajar tingkat sekolah menengah saja yang terlibat tawuran, di Makasar pada tanggal 12 Juli 2006 mahasiswa Universitas Negeri Makasar terlibat tawuran dengan sesama rekannya disebabkan pro dan kontra atas kenaikan biaya kuliah (tempointeraktif.com). Sedangkan di Semarang sendiri pada tanggal 27 November 2005 terjadi tawuran antara pelajar SMK 5, SMK 4 dan SMK Cinde (liputan6.com). Masih banyak kejadian tawuran antar pelajar yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu di sini.
Tawuran pelajar secara kuantitas sebenarnya boleh dikatakan kecil. Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta Raya mencatat, pelajar yang terlibat tawuran hanya sekitar 1.369 orang atau sekitar 0,08 persen dari keseluruhan siswa yang jumlahnya mencapai 1.685.084 orang. Namun dari segi isu, korban, dan dampaknya, tawuran tidak bisa dianggap enteng. Jumlah korban tewas akibat tawuran pelajar, sejak 1999 hingga kini yang tercatat mencapai 26 orang. Ini belum termasuk yang luka berat dan ringan. Secara sosial, tawuran juga telah meresahkan masyarakat dan secara material banyak fasilitas umum yang rusak, seperti dalam kasus pembakaran atau pelemparan bus umum.
Berkaitan dengan agresi Craig A. Anderson dan Brad J. Bushman dalam penelitiannya Effect Of Violent Video Games On Aggressive Behavior, Aggressive Cognitiom, Aggressive Affect, Physiological Arousal, And Prososial Behavior menemukan bahwa video-game kekerasan mengajukan suatu ancaman kesehatan-masyarakat terhadap anak-anak dan remaja, khususnya para individu usia mahasiswa dimana video game kekerasan berhubungan secara positif dengan tingkat agresi yang dipertinggi pada dewasa muda dan anak-anak. Selain itu, video game kekerasan berhubungan secara positif dengan mekansime-mekanisme utama yang mendasari efek-efek jangka panjang terhadap perkembangan kepribadian yang agresif – kognisi agresif.
. M. Brent Donnellan, Kali H. Trzesniewski, Richard W. Robins, Terrie E. Moffit dan Avshalom Caspi dalam penelitiannya Low Self Esteem is related to Aggression, Anti Social Behavior, and Delinquency menunjukkan bahwa self-esteem bisa meramalkan masalah-masalah pengeksternalisasian dimasa depan; anak-anak berusia 11 tahun dengan self-esteem yang rendah cenderung meningkat agresinya pada umur 13.
Andreas diekmann, Monika jungbaeur-gans, Heinz Krassing, Sigrid Lorenz dalam penelitiannya Social Status and Aggression menunjukan bahwa social status yang lebih tinggi tidak hanya menghambat respon agressif namun juga dapat memperhebat kecenderungan agresif seseorang, namun penelitian ini tidak dapat di generalisasikan karena perbedaan budaya dapat juga memainkan peran dalam agresi..
Berdasarkan uraian diatas penulis bermaksud memandang tawuran dengan memahami bebarapa perspektif perilaku agresi dan mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah tawuran pelajar.
Dengan memandang masa remaja merupakan periode storm and drang period (topan dan badai) dimana gejala emosi dan tekanan jiwa, sehingga perilaku mereka mudah menyimpang. Maka pelajar sendiri perlu mengisi waktu luangnya dengan kegiatan yang lebih bermanfaat, Seperti Mengikuti kegiatan kursus, berolahraga, mengikuti kegiatan ekstrakulikuler, dll.
2. Lingkungan keluarga juga dapat melakukan pencegahan terjadinya tawuran, dengan cara:
a. Mengasuh anak dengan baik.
- Penuh kasih sayang
- Penanaman disiplin yang baik
- Ajarkan membedakan yang baik dan buruk
- Mengembangkan kemandirian, memberi kebebasan bertanggung jawab
- Mengembangkan harga diri anak, menghargai jika berbuat baik atau mencapai prestasi tertentu.
b. Ciptakan suasana yang hangat dan bersahabat: Hal ini membuat anak rindu untuk pulang ke rumah.
c. Meluangkan waktu untuk kebersamaan
Orang tua menjadi contoh yang baik dengan tidak menunjukan perilaku agresif, seperti: memukul, menghina dan mencemooh.
d. Memperkuat kehidupan beragama
Yang diutamakan bukan hanya ritual keagamaan, melainkan memperkuat nilai moral yang terkandung dalam agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari - hari.
e. Melakukan pembatasan dalam menonton adegan film yang terdapat tindakan kekerasannya dan melakukan pemilahan permainan video game yang cocok dengan usianya.
f. Orang tua menciptakan suasana demokratis dalam keluarga, sehingga anak memiliki keterampilan social yang baik. Karena kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan sosial akan menyebabkan ia sulit meyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Sehingga timbul rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku normatif (misalnya, asosial ataupun anti-sosial).Bahkan lebih ekstrem biasa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal, tindakan kekerasan, dsb.
3. Sekolah juga memiliki peran dalam mengatasi pencegahan tawuran, diantaranya:
a. Menyelenggarakan kurikulum Pendidikan yang baik adalah yang bisa Mengembangkan secara seimbang tiga potensi, yaitu berpikir, berestetika, dan berkeyakinan kepada Tuhan.
b. Pendirian suatu sekolah baru perlu dipersyaratkan adanya ruang untuk kegiatan olahraga, karena tempat tersebut perlu untuk penyaluran agresivitas
remaja.
c. Sekolah yang siswanya terlibat tawuran perlu menjalin komunikasi dan
koordinasi yang terpadu untuk bersama-sama mengembangkan pola
penanggulangan dan penanganan kasus. Ada baiknya diadakan pertandingan
atau acara kesenian bersama di antara sekolah-sekolah yang secara
"tradisional bermusuhan" itu.
4. LSM dan Aparat Kepolisian
LSM disini dapat melakukan kegiatan penyuluhan di sekolah-sekolah mengenai dampak dan upaya yang perlu dilakukan agar dapat menanggulangi tawuran. Aparat kepolisian juga memiliki andil dalam menngulangi tawuran dengan cara menempatkan petugas di daerah rawan dan melakukan razia terhadap siswa yang membawa senjata tajam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar